Senin, 17 Juni 2013

TASAWUF HAMKA



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TASAWUF HAMKA”. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Setiap muslim di belahan dunia manapun berharap akan syafaatnya kelak di hari kiamat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini lebih lanjut, akan penulis terima dengan senang hati. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, meskipun dalam penyusunan makalah ini penulis telah mencurahkan semua kemampuan, namun penulis sangat menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Langsa, 14 Juni 2013

Kelompok 14










DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR............................................................................................          i
DAFTAR ISI...........................................................................................................         ii
BAB I    PENDAHULUAN...................................................................................         1
BAB II  PEMBAHASAN......................................................................................         2
A.      Riwayat Hidup Hamka...........................................................................         2
B.       Pemikiran Hamka Tentang Tasawuf.......................................................         3
C.       Corak Pemikiran Tasawuf Hamka...........................................................         4
D.      Karya-Karya Tulis Hamka.......................................................................         4
BAB III   KESIMPULAN .....................................................................................         7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................         8







BAB I
PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa banyak sekali kaum Shufi yang mengatakan dan mendefinisikan ilmu tasawuf yang intinya menyatukan dirinya dengan Allah dan mengharuskan untuk meninggalkan kehidupan yang terkait dengan kehidupan dunia. Meraka terlalu takut akan ancaman Allah terhadap orang yang lebih mementingkan dunia ketimbang kehidupan akhiratnya. Seperti misalnya Ibnu Khaldun yang mendefinisikan tasawuf itu adalah orang yang tekun beribadah dan memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain Allah SWT.
Dari pengertian itulah, umat Islam mempunyai anggapan bahwa mereka akan bertasawuf dengan meninggalkan kehidupan dunia. Padahal Islam sebenarnya tidak mengharap seperti itu, akan tetapi seharusnya ada keseimbangan antara dunia dan akhirat, sehingga umat Islam tidak lemah ekonominya. Kalau umat Islam sudah lemah ekonominya maka yang jelas, umat Islam itu akan mengurangi rasa solidaritasnya antar umat Islam, sehingga persatuan dan kesatuan umat Islam tidak tercapai bahkan akan saling memusuhi sesamanya.
Karena itulah, lahirlah seorang Hamka yang membawa konsep baru dalam dunia tasawuf dan Hamka tahu betul akan kondisi umat Islam saat ini, karenanya beliau menganggap hubungan sesama manusia juga merupakan urusan dirinya bahkan beliau berkata dalam bukunya “Negara itu ialah diri, dan diri ini ialah Negara”.













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Riwayat Hidup Hamka
Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) di lahirkan di tanah sirah, sungai batang di tepi danau maninjau, tepatnya pada tanggal 13 Muharam 1362 H, bertepatan dengan 16 Februari 1908. Ayahnya adalah Abdul Karim Amrullah. Ayah Hamka termasuk keturunan Abdul Arief, gelar tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo, salah seorang pahlawan Paderi. Tuanku Nan Tuo adalah salah seorang ulama yang memainkan peranan penting dalam kebangkitan kembali pembaharuan di Minang Kabau, dan sebagai guru utama Jalal Ad-din. Kondisi kesosialan keagamaan pada masa Hamka menuntut adanya pemikiran pemikiran baru yang membawa ummat pada ajaran Al-Qur’an dan hadits yang lurus, yang tidak bercampur dengan adat istiadat. Hamka mengawali pendidikannya dengan belajar membaca Al-qur’an di rumah orang tuanya pada malam hari di umur ke 6 tahun. Pada usia 7  tahun Hamka di sekolahkan ayahnya di sekolah desa pada pagi hari. Kemudian pada tahun ke 1916, Jainudin Labai El-yunusi mendirikan sekolah diniyah petang hari di pasar Usang padang panjang, lalu Hamka pun sekolah disana pada sore hari. Dan pada tahun 1918  Hamka masuk ke Thawalib School (madrasah tempat ayah Hamka memberi pengajaran agama). Hamka tidak sempat memperoleh pendidikan tinggi baik sekuler ataupun keagamaan. Ia hanya masuk sekolah desa selama 3 tahun, dan kira kira selama 3 tahun pula di sekolah sekolah agama. Tetapi Hamka berbakat dalam bidang bahasa arab. Hamka lahir dari lima generasi ulama yang mereka kuasai adalah bahasa arab.[1]
Sejak berusia sangat muda Hamka sudah dikenal sebagai seorang kelana. Ayahnya bahkan memberinya nama “Sibujang Jauh”. Pada tahun 1924 pada usia 16 tahun ia pergi ke Jawa untuk mempelajari tentang gerakan Islam modern. Pada Juli 1925 ia mendirikan Tablig Muhamadiyah di rumah ayahnya di Gatangan, Padang Panjang. Dan sejak itulah ia berkiprah di Muhamadiyah setelah berkenalan dengan tokoh Muhamadiyah di Pekalongan. Pada Februari 1927 ia berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan bermukim disana sekitar 6 bulan. Selama di Mekkah beliau bekerja disebuah percetakan dan kemudian ia pulang ke Medan dan menjadi guru agama pada sebuah perkebunan selama beberapa bulan dan kembali ke kampung halamannya pada tahun 1927.[2]
Tahun 1928 Hamka menjadi peserta muktamar Muhamadiyah di Solo. Sejak saat itu ia selalu hadir dalam muktamar Muhmadiyah hingga akhir hayatnya sejak saat itu hamka memangku beberapa jabatan, mulai dari ketua bagian taman pustaka, ketua tablig, hingga menjadi ketua Muhamadiyah cabang Padang Panjang. Pada tahun 1930 ia mendirikan Muhamadiyah di Bengkalis. Pada 1931 Hamka ke makasar untuk menjadi mubalig muhamadiyah dalam rangka menggerakkan semangat untuk menyambut muktamar muhamadiyah ke 21 (mei 1932) di Makasar. Pada 1934 ia di angkat  menjadi Majelis Konsul Muhamadiyah Sumatra Tengah. Pada 22 Januari 1936 ia pindah ke Medan dan Menggawangi gerakan Muhamadiyah di Sumatra Timur. Ia juga memimpin majalah Pedoman Masyarakat. Pada 1942 ia terpiih menjadi pemimpin Muhamadiyah Sumatra Timur dan pada Tahun 1945 ia pindah ke Sumatra Barat dan terpilih menjadi pimpinan Muhamadiyah Sumatra Barat pada 1946-1949. Pada muktamar Muhamadiyah ke 32 di Purwokerto (1953), Hamka terpilih menjadi anggota pimpinan pusat Muhamadiyah dan semenjak itu ia selalu dipilih dalam muktamar, tetapi pada 1971 ia memohon izin untuk tidak di pilih karna uzur, tetapi ia diangkat menjadi penasihat pimpinan pusat Muhamadiyah sampai akhir hayatnya.[3]
Sejak 1949 Hamka pindah ke Jakarta setelah tercapainya persetujuan Roem Royen. Dan pada tahun 1950 ia menjabat pegawai negeri golongan F di kementrian agama yuang di pimpin KH. Abdul Wahid Hasyim. Saat itu ia juga  ditugaskan memberi kuliah di beberapa perguruan tinggi Islam.[4]

B.     Pemikiran Hamka Tentang Tasawuf
Pemikiran Hamka lebih banyak tercurah pada soal soal iman, akhlak dan aspek aspek sosial, diluar lingkup pengertian tradiosional tentang muamalah. Menurut Hamka hakikat tasawuf adalah usaha yang bertujuan untuk memperbaiki budi dan membersihkan batin. Artinya tasawuf adalah alat untuk membentengi dari kemungkinan seseorang melakukan keburukan, intinya berzuhud sebagaimana teladan hidup yang dicontohkan Rosulallah lewat sunnah yang sahih. Tasawuf yang di tawarkan Hamka adalah tasawuf modern atau tasawuf positif berdasarkan tauhid. Jalan tasawufnya melalui sikap zuhudyang di laksanakan dalam ibadah resmi sikap zuhud, yang tidak perlu menjauhi kehidupan normal. Penghayatan tasawufnya berupa pengalaman takwa yang inamis bukan ingin bersatu dengan tuhan. Dan refleksinya berupa kenampakan kepekaan sosial.[5]
Di antara pemikiran Hamka yaitu pendidikan, menurut Hamka pendidikan adalah sarana untuk mendidik watak pribadi. Manusia tidak hanya untuk mengenal apa yang di maksud dengan baik dan buruk tapi juga beribadah kepada Allah dan berguna untuk sesama dan lingkungan. Karena itu sistem pendidikan modern harus di imbangi dengan pendidikan agama.[6] Tasawuf modern tersebut sangat membekas pada warga muhamadiyah dan gerakan modernis lainnya.[7]

C.     Corak Pemikiran Tasawuf Hamka
Dilihat secara sepintas, corak pemikiran Hamka mengacu kepada tasawuf falsafi. Karena konsepsi tentang tuhan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pemikiran para ahli kalam dan filsuf. Hamka pun mengaku sendiri dalam Tasawuf Modernnya itu, bahwa itu bukan ciptaan otaknya karena beliau waktu itu masih muda dan sedikit pengetahuannya. Tetapi di lihat dari buku karangan ahli filsafat dan tasawuf Islam di bandingkan dengan alQuran dan hadist. Corak pemikiran Hamka belum ada kepastian sebagaiman atasawufnya para sufi lain. Hamka tidak memiliki pengalaman kesufian. Hanya Hamka mereformulasikan konsep ilmu tasawuf dengan caranya sendiri karena tidak ingin melihat ekonomi Islam lemah, maka beliau merumuskan tasawuf modern yang sama sekali tidak meningggalkan keduniaan. Dan tasawuf Hamka merupakan solusi agar umat islam tidak menyalahartikan zuhud yang harus meninggalkan dunia.[8]

D.    Karya-karya Tulis Hamka
Pemikiran pemikiran Hamka di berbagai bidang dapat di kaji dan di ketahui melalui berbagai karya karyanya, diantara karya karya tersebut yang menjadi objek penelitian, seperti:
Tasawuf modern: Buku ini adalah kumpulan artikel yang di muat dalam Pedoman masyarakat 1993-1998, karena tuntutan masyarakat kemudian artikel tersebut di terbitkan. Lembaga Budi: Terdiri dari X1 bab, Ditulis pada tahun 1939. Falsafah Hidup: Diterbitkan tahun 1949. Lembaga Hidu:. Diterbitkan pertama kali di medan pada tahun 1941. Pelajaran Agama Islam: 1956. Tafsir Alazhar juz 1-XXX: Karya ini sangat monumental, ditulis pada tahun 1962. Ayahku; riwayat hidup Dr.Haji Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di sumatera:  Dicetak pada tahun 1950. Kenang Kenangan Hidup: Buku tentang kehidupan Hamka dari kecil hingga dewasa, Diterbitkan pada tahun 1951. Islam dan Alat Minagkabau. Sejarah Umat Islam:  Ditulis tahun 1951. Studi islam: Buku ini awalnya adalah 5 artikel yang telah ditulis dan dimuat di panji Masyarakat, dicetak tahun 1982. Kedudukan perempuan dalam islam: Diterbitkan tahun 1973. Demikian banyak karya karya tulis Hamka. Selain di atas terdapat banyak lagi karya karyanya. Melalui karya karyanya Hamka mampu menawarkan ide ide yang begitu menarik. Tetapi Hamka jarang sekali mencantumkan rujukan rujukan dari pandangan pandangannya. Tetapi bukan berarti mengurangi kredibilitasnya sebagai seorang intlektual.[9]
            Berikut ini kumpulan daftar karya-karya Hamka, yaitu:
1.             Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
2.             Si Sabariah. (1928)
3.             Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
4.             Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
5.             Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
6.             Kepentingan melakukan tabligh (1929).
7.             Hikmat Isra’ dan Mikraj.
8.             Arkanul Islam (1932) di Makassar.
9.             Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
10.         Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar.
11.         Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
12.         Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
13.         Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
14.         Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
15.         Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
16.         Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
17.         Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
18.         Tuan Direktur 1939.
19.         Dijemput mamaknya,1939.
20.         Keadilan Ilahy 1939.
21.         Tashawwuf Modern 1939.
22.         Falsafah Hidup 1939.
23.         Lembaga Hidup 1940.
24.         Lembaga Budi 1940.
25.         Majallah ‘Semangat Islam’ (Zaman Jepun 1943).
26.         Majallah ‘Menara’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
27.         Negara Islam (1946).
28.         Islam dan Demokrasi,1946.
29.         Revolusi Pikiran,1946.
30.         Revolusi Agama,1946.
31.         Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
32.         Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
33.         Didalam Lembah cita-cita,1946.
34.         Sesudah naskah Renville,1947.
35.         Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
36.         Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
37.         Ayahku,1950 di Jakarta.
38.         Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
39.         Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
40.         Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
41.         Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
42.         Kenangan-kenangan hidup 2.
43.         Kenangan-kenangan hidup 3.














BAB III
KESIMPULAN

Islam merupakan jalan kebahagiaan yang hakiki. Meski banyak rumusan-rumusan tentang kebahagiaan datang, namun Islam lah satu-satunya jalan itu. Agama yang akan dijadikan sandaran dan kerangka hidup bukanlah agama Islam yang saat ini dipahami telah terpecah belah menjadi memiliki sekte-sektenya masing-masing, dan dengan praktik ibadah yang mereka buat serta mereka yakini masing-masing untuk diamalkan, sehingga sesungguhnya mereka sendiri telah jauh dari sumber utama (Al-Qur’an dan Sunnah). Oleh karenanya, Hamka menginginkan agar agama Islam yang menjadi kerangkan dalam hidup itu adalah agama Islam yang murni, terbebas dari praktek syirik, bid’ah dan khurafat.
Konsep-konsep tasawuf yang diterangkan Hamka sangat dinamis. Ia memahami tasawuf dengan pemahaman yang lebih tepat dengan ruh dan semangat ajaran Islam. Hamka tidak memahami tasawuf sebagaimana gerakan tarekat dan sufistik pada umumnya. Tasawuf model Hamka ini menandingi tasawuf tradisional yang cenderung membawa bibit-bibit kebid’ahan, khufarat, dan kesyirikan. Sementara Hamka adalah ulama Mordenis (Mujaddid) yang begitu anti dengan hal-hal tersebut. Dapat dikatakan, corak taswuf Hamka adalah tasawuf pemurnian.

















DAFTAR PUSTAKA

Solihin. 2008. Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia
Nizar, samsul. 2008. Memperbincangkan Dinamika Intlektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: kencana
Mohammad, Herry. 2006. Tokoh tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema insani
Departemen Agama RI. 1993. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Anda Utama
Armando, Nina. 2005. Ensiklopedi islam, Jakarta: Ichtiar baru van hoeve





[1]  Solihin, Ilmu Tasawuf , (Bandung, Pustaka Setia, 2008), hal 269-270
[2] Nina Armando, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar baru, 2005), hal 293
[3] Ibid ...... hal 293-294
[4] Ibid ...... hal 294
[5] Solihin, Ilmu Tasawuf. (Jakarta: Pustaka Setia, 2008), hal 272-276
[6] Harry Mohammad, Tokoh Tokoh Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal 64.
[7] Ensiklopedi islam, (Jakarta: Anda Utama, 1993), hal 345.
[9] Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intlektual, (Jakarta: Kencana, 2008), hal46-56.