BAB I
PENDAHULUAN
Alat bukti surat-surat atau tulisan ialah
segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk
menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
Islam menetapkan
perlunya mendokumentasikan sesuatu misalnya dalam bentuk tulisan berbagai
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di antara manusia karena itu sangat
beralasan kalau tulisan atau surat-surat dijadikan sebagai salah satu
alat bukti.
Oleh karena itu,
kami sebagai pemakalah ingin membahas mengenai pengertian dari alat bukti
tertulis, dasar-dasar hukumnya, macam-macamnya dan kekuatan alat bukti tertulis
dalam memutuskan suatu perkara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alat Bukti
Tertulis
Alat
bukti surat-surat atau tulisan ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda
bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan
dipergunakan sebagai pembuktian. Dengan demikian, segala sesuatu yang tidak
memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan akan tetapi
tidak mengandung buah pikiran, bukanlah termasuk pengertian alat bukti tertulis
atau surat-surat.
Potret
atau gambar, peta, denah, meskipun ada tanda-tanda bacaannya tetapi tidak
mengandung suatu buah pikiran atau isi hati seseorang, itu semua hanya menjadi
sekedar barang atau benda untuk meyakinkan saja. Sepucuk surat
yang berisikan curahan hati seseorang tetapi fungsinya diajukan di muka sidang
mungkin saja bukan sebagai surat-surat atau tulisan, tetapi sekedar benda untuk
meyakinkan, karena yang dibutuhkan oleh pengadilan dalam konteks itu, kebetulan
adalah segi eksistensi surat itu berada di
tangan siapa (misalnya surat
itu sudah hilang dicuri oleh seseorang). [1]
B. Dasar Hukum
Alat
bukti tulisan telah ditetapkan sebagai alat bukti oleh Allah SWT berdasarkan
firman-Nya dalam surat
Al-Baqarah ayat 282 :
.... (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3t Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk¶9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 wur z>ù't âä!#ypk¶9$# #sÎ) $tB (#qããß
….
Artinya
: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....” (QS.
Al-Baqarah : 282)
Dan
firman Allah SWT :
bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»ydÌsù ×p|Êqç7ø)¨B ….
Artinya
: “Jika kamu
dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang)....” (QS. Al-Baqarah : 283)
Muslim
meriwayatkan dalam hadis sahih, dari Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda :
óÉóNúÎøuòË úÜøG øÅôÎòNò¼ôÎò» óOôÎøJòÍ øÉôÎø¯ ÓøuôÌóÍ ôÆòA
ófôÍøjóÍ öØôÎòq óÉò» ùÁø¼ônó¿ ùÙøjô¿A
úµòYBò¿
. óÊòfôÄø§ óÉòI ôÌóNô¸ò¿òË
“Tidak ada hak bagi seorang muslim mewasiatkan sesuatu
miliknya ketika dia terbaring dua malam, kecuali hendaknya dia menulis
wasiatnya itu di sisinya.” (HR. Muslim)
C. Macam-Macam Alat Bukti
Tertulis
Menurut
Ibnu Qayyim, bukti tertulis ada tiga bentuk yaitu :
1. Bukti tulisan yang oleh hakim dinilai di dalamnya telah terdapat
sesuatu yang dapat dijadikan dasar pertimbangan hukum dalam menjatuhkan
keputusan kepada seseorang sehingga imperatif sebagai alat bukti yang mengikat.
Dalam masalah ini, ulama berbeda
pendapat. Ada tiga riwayat dari Ahmad, yang salah satunya menyebutkan bahwa
apabila bukti tulisan itu telah diyakini sebagai tulisannya maka ia dipandang
sebagai bukti yang sah meskipun dia lupa isinya.
2. Bukti tulisan
tersebut tidak dipandang sebagai bukti yang sah sampai dia mengingat mengenai
isinya.
3. Bukti tulisan
tersebut dipandang sebagai bukti yang sah apabila didapati arsipnya dan dia
telah menyimpannya. Jika tidak demikian maka tidak bisa dijadikan bukti yang
sah. [2]
Berdasarkan jenisnya, bukti tertulis dapat
dibedakan menjadi beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Dokumen yang bertanda
tangan
Semua dokumen yang bertanda tangan diperlakukan
sama, baik penandatanganannya dilakukan di hadapan pencatat yang adil maupun di
hadapan instansi resmi, atau ditandatangani oleh pemiliknya sendiri tetapi
tidak di hadapan instansi resmi, semuanya dianggap sebagai pengakuan tertulis
dan di atasnya diberlakukan hukum-hukum tentang pengakuan.
2. Dokumen biasa tanpa
tanda tangan
Dokumen-dokumen biasa adalah surat-surat
yang ditulis oleh seseorang dengan tulisan tangannya, atau dia adalah orang
yang mendiktekan tentang hutangnya di hadapan penulis, atau surat-surat yang
dibuatnya, atau ia menyuruh orang lain untuk membuatkan surat bagi dirinya.
Semuanya ini adalah dokumen-dokumen biasa, sama seperti surat-surat yang tidak
ditandatangani, termasuk seperti daftar belanjaan dan lain-lain.
Dokumen-dokumen seperti itu dihukumi sama seperti hukum bagi dokumen-dokumen
yang ditandatangani.
3. Dokumen yang
dikeluarkan oleh instansi pemerintah
Dokumen resmi adalah dokumen yang dibuat
oleh pegawai pemerintah berdasarkan bidang mereka masing-masing, sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Dokumen yang semacam ini bisa digunakan untuk
memutuskan perkara tanpa perlu pembuktian dari pihak yang mengeluarkan dokumen
tersebut. Dokumen itu berlaku selama tidak terbukti kepalsuannya.
4. Dokumen yang
dikeluarkan oleh instansi swasta
Dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh
instansi swasta tidak sekuat dokumen-dokumen resmi. Namun demikian,
dokumen-dokumen semacam itu dianggap dari dokumen tertulis, yang termasuk
sebagai salah satu jenis bukti. Hakim boleh bersandar pada dokumen-dokumen
semacam itu jika salah satu pihak yang bersengketa mengakui dokumen tersebut.
5. Dokumen luar negeri
Dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan
oleh instansi-instansi resmi negara-negara asing, jika pembuatannya sejalan
dengan undang-undang negara mereka, diakui sebagai bagian dari bukti.
Akan tetapi, terkait dengan
dokumen-dokumen jenis ini, tetap diperlukan pembuktian bahwa dokumen-dokumen
tersebut dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi negara asing. Pembuktiannya
cukup dengan meminta penjelasan terhadap orang atau lembaga yang membuat atau
mengeluarkan dokumen tersebut. [3]
D.
Kekuatan Pembuktian Bukti
Tertulis
Sistem hukum Islam berbeda dengan sistem
hukum lainnya di dunia, terutama sistem hukum civil law dan sistem hukum common
law, yang menilai bahwa alat bukti surat (tulisan) merupakan alat bukti
utama. Apalagi jika alat bukti tulisan merupakan akta otentik maka ia dianggap
sebagai alat bukti yang sempurna.
Sistem hukum Islam menilai alat bukti
surat sesuai dengan porsinya. Ia bisa menjadi alat bukti yang kuat dan
menentukan, bisa menjadi sekedar pelengkap dan memantapkan keyakinan hakim,
atau bahkan tidak mempunyai kekuatan hukum sama sekali dalam pembuktian di
persidangan. [4]
Dalam hal ini, para Imam Mazhab dan para
Ulama berbeda pendapat dalam melihat kekuatan dari alat bukti tertulis. Mazhab
Syafi’i menyatakan bahwa alat bukti tulisan tidak bisa dijadikan sebagai
pegangan, baik dalam menjatuhkan keputusan maupun dalam kesaksian. Namun, dalam
mazhab ini ada satu pendapat lain, sama seperti riwayat ketiga dari Ahmad,
yaitu alat bukti tulisan bisa dijadikan pegangan apabila didapati arsipnya
tersimpan.
Abu Yusuf dan Abu Muhammad berpendapat
bahwa apa yang didapati hakim dari yang tertulis pada sebuah catatan berupa
kesaksian atau pengakuan mengenai hak seseorang, dan tulisan itu tidak ada
arsipnya serta orang yang menulisnya tidak mengingatnya maka bukti tulisan
tersebut dipandang sah sepanjang telah diketahui di bawahnya tertera tanda
tangan pembuatnya.
Abu Muhammad berpendapat bahwa apabila
dalam tulisan itu tercatat mengenai peristiwa hukum dan terbukti bahwa itu tulisannya, serta disertai
dua orang saksi sekalipun dia mengingatnya maka tulisan itu dapat dijadikan
bukti yang sah sebab ada kesaksian dua orang saksi.
Menurut Ibnu Qayyim, seluruh ahli hadis
tanpa terkecuali menilai bahwa alat bukti tulisan dapat menjadi alat bukti yang
sah dan kuat apabila masih terjaga periwayatannya dan terpelihara
keotentikannya. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa alat bukti tulisan sama dengan
saksi dalam hal yang dianjurkan saja, bukan diwajibkan. Menurut Ath-Thabari dan
Daud, mereka mewajibkan bukti tertulis. [5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Alat bukti surat-surat atau tulisan ialah
segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk
menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
Bukti tertulis ada tiga bentuk yaitu :
1. Bukti tulisan yang
oleh hakim dinilai di dalamnya telah terdapat sesuatu yang dapat dijadikan
dasar pertimbangan hukum dalam menjatuhkan keputusan kepada seseorang sehingga
imperatif sebagai alat bukti yang mengikat.
2. Bukti tulisan
tersebut tidak dipandang sebagai bukti yang sah sampai dia mengingat mengenai
isinya.
3. Bukti tulisan
tersebut dipandang sebagai bukti yang sah apabila didapati arsipnya dan dia
telah menyimpannya. Jika tidak demikian maka tidak bisa dijadikan bukti yang
sah.
Sistem hukum Islam menilai alat bukti
surat sesuai dengan porsinya. Ia bisa menjadi alat bukti yang kuat dan
menentukan, bisa menjadi sekedar pelengkap dan memantapkan keyakinan hakim,
atau bahkan tidak mempunyai kekuatan hukum sama sekali dalam pembuktian di
persidangan.
DAFTAR PUSTAKA
Asadulloh
Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2009.
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
[1] Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Cet. I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 154-155.
[2] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan
Islam, Cet. I, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2009), hal. 78-79.
[3] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara
Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 79-82.
[4]
Ibid, hal. 83.
[5] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara
Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 83-84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar