BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tuntutan hak atau menolak tuntutan hak
harus dibuktikan di muka sidang pengadilan. Dalam pembuktian ini diperlukan
alat-alat bukti. Alat bukti adalah alat-alat atau upaya yang bisa dipergunakan
oleh pihak-pihak yang berperkara di muka sidang pengadilan untuk meyakinkan
hakim akan kebenaran tuntutan atau bantahannya. Alat
bukti ini sangat penting artinya bagi para pihak yang berperkara karena merupakan
alat atau sarana untuk meyakinkan kebenaran tuntutan hak penggugat atau menolak
tuntutan hak bagi hakim. Dan bagi hakim, alat bukti tersebut dipergunakan
sebagai dasar memutus perkara.
Qarinah merupakan salah satu dari beberapa alat bukti
dalam peradilan Islam. Qarinah adalah tanda-tanda yang merupakan hasil
kesimpulan hakim dalam menangani berbagai kasus melalui ijtihad.
Nabi Muhammad SAW sering menggunakan qarinah semasa hidupnya. Apabila tidak
ada alat bukti lain yang otentik, maka qarinah
bisa memutuskan suatu perkara. Tetapi ada sebagian pendapat yang mengatakan
jika hanya qarinah saja, maka tidak dapat memutuskan perkara.
Oleh karena itu,
kami sebagai pemakalah ingin membahas mengenai pengertian qarinah, dasar hukumnya, syarat-syaratnya sebagai alat bukti,
macam-macamnya dan kekuatannya dalam memutuskan perkara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qarinah
Qarinah secara bahasa diambil dari kata muqaranah yang berarti mushahabah (pengertian atau petunjuk).
Secara istilah, qarinah diartikan
sebagai “tanda-tanda yang merupakan hasil
kesimpulan hakim dalam menangani berbagai kasus melalui ijtihad”. [1]
Al-Majalah Al Adliyah mempergunakan qarinah sebagai alat bukti. Bahkan dia
mentakrifkan qarinah dengan
”tanda-tanda yang menimbulkan keyakinan”. Ulama-ulama dari mazhab Hanafiyah
juga banyak yang mempergunakan alat bukti qarinah
ini.
Apabila seseorang keluar dari sebuah rumah
kosong dalam keadaan takut dan gemetar, di tangannya ada pisau yang berlumur
darah, kemudian masuk seseorang yang lain ke rumah kosong itu lalu dia melihat
ada orang yang mati bersimbah darah, maka tidak sedikit pun diragukan bahwa
pembunuhnya adalah orang yang memegang pisau tadi. Demikian contoh qarinah yang diberikan oleh Ibnu Abidin.
[2]
B.
Dasar Hukum Qarinah
Allah SWT memunculkan tanda-tanda atau
indikasi-indikasi pada sesuatu yang menunjukkan dan membuktikan kebenaran-Nya.
Allah menciptakan tanda-tanda yang menunjukkan Keberadaan-Nya, Keesaan-Nya,
Sifat-sifat-Nya, dan Asma-asma-Nya.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahlu
ayat 15-16 :
4s+ø9r&ur Îû ÇÚöF{$# źuru br& yÏJs? öNà6Î/ #\»pk÷Xr&ur Wxç7ßur öNà6¯=yè©9 tbrßtGöhs? ÇÊÎÈ ;M»yJ»n=tæur 4 ÄNôf¨Z9$$Î/ur öNèd tbrßtGöku ÇÊÏÈ
Artinya : “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi
supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai
dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda
(penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahlu 15-16)
Rasulullah SAW juga menggunakan beberapa
petunjuk untuk menentukan kebenaran suatu hal. Di antaranya beliau bersabda :
. òÆBòÀôÍøÞôA óÉò» AË òfòÈôqBò¯ òføVônòÀ»ôA óeBòNô¨òÍ ò½óUúj»A
óÁóNôÍòA òi A ògøA
“Apabila kamu melihat seorang
laki-laki bisa pergi ke mesjid, berikanlah kesaksian bahwa dia seorang mukmin.” [3]
Rasulullah SAW menjadikan kebiasaan
laki-laki pergi ke mesjid sebagai indikasi keimanan, dan membolehkan kita
memberi kesaksian bahwa pelakunya adalah seorang mukmin sebab bersandar pada
indikasi tersebut. Kesaksian
yang demikian ini memiliki kekuatan pembuktian yang mendekati kepada kepastian.
Selain itu, cerita Nabi Yusuf dengan Siti
Zulaikha di dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 25-27 juga menjadi dasar hukum
dijadikannya qarinah sebagai alat
bukti. Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 25-27 :
$s)t6tGó$#ur z>$t7ø9$# ôN£s%ur ¼çm|ÁÏJs% `ÏB 9ç/ß $uxÿø9r&ur $ydyÍhy #t$s! É>$t7ø9$# 4 ôMs9$s% $tB âä!#ty_ ô`tB y#ur& y7Ï=÷dr'Î/ #¹äþqß HwÎ) br& z`yfó¡ç ÷rr& ëU#xtã ÒOÏ9r& ÇËÎÈ tA$s% }Ïd ÓÍ_ø?yurºu `tã ÓŤøÿ¯R 4 yÎgx©ur ÓÏd$x© ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) c%x. ¼çmÝÁÏJs% £è% `ÏB 9@ç6è% ôMs%y|Ásù uqèdur z`ÏB tûüÎ/É»s3ø9$# ÇËÏÈ bÎ)ur tb%x. ¼çmÝÁÏJs% £è% `ÏB 9ç/ß ôMt/xs3sù uqèdur z`ÏB tûüÏ%Ï»¢Á9$# ÇËÐÈ
Artinya : “Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju
gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita
itu di muka pintu. Wanita itu berkata: “Apakah
pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain
dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?” Yusuf berkata: “Dia
menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”, dan seorang saksi dari
keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: “Jika
baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk
orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita
itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar”.
Ini juga merupakan contoh qarinah yang telah masyhur. Koyaknya
baju gamis Yusuf menjadi indikator yang memberi petunjuk siapa sebenarnya yang
salah dan yang benar.
C.
Macam-Macam Qarinah
Muhammad Salam Madzkur membagi qarinah sebagai alat bukti menjadi dua
macam, yaitu :
1. Qarinah qanunniyah, yaitu qarinah-qarinah
yang dikeluarkan syara’ dari peristiwa yang terkenal untuk peristiwa yang tidak
terkenal.
2. Qarinah qadlaiyyah, yaitu qarinah-qarinah
berupa kesimpulan-kesimpulan yang ditanggapi hakim dari peristiwa yang terkenal
untuk peristiwa yang tidak terkenal.[4]
Menurut para ahli fikih, qarinah terbagi dalam dua bentuk yang
sama seperti pembagian qarinah di
atas, yaitu sebagai berikut :
1. Qarinah Urfiyah, yaitu qarinah-qarinah
yang oleh ahli fikih ditakrifkan sebagai kesimpulan-kesimpulan yang ditanggapi
hakim dari suatu peristiwa yang terkenal (makruf) untuk peristiwa yang tidak
terkenal.
2. Qarinah Syar’iyyah, yaitu qarinah-qarinah
yang dikeluarkan syara’ dari peristiwa yang terkenal untuk peristiwa yang tidak
terkenal.
D.
Syarat-Syarat Qarinah
Sebagai Bukti
Tidak semua qarinah dapat dijadikan alat bukti. Raihan A. Rasyid memberikan
kriteria qarinah yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti. Menurutnya qarinah
yang dapat dijadikan alat bukti itu harus jelas dan meyakinkan, tidak akan
dibantah lagi oleh manusia normal atau berakal. Kriteria lainnya adalah semua
qarinah menurut Undang-Undang di lingkungan peradilan sepanjang tidak
jelas-jelas bertentangan dengan hukum Islam. Qarinah-qarinah yang demikian
merupakan qarinah wadlihah dan dapat
dijadikan dasar pemutus walaupun hanya atas satu qarinah wadlihah tanpa didukung oleh qarinah lainnya. [5]
Qarinah
wadlihah itu ialah qarinah-qarinah berupa
kesimpulan-kesimpulan yang ditanggapi hakim dari peristiwa yang terkenal untuk
peristiwa yang tidak terkenal.
E.
Kekuatan Pembuktian Qarinah
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad berpendapat bahwa kalau hanya qarinah
maka hakim tidak dapat memutuskan perkara. Sementara Ibnu Qayyim berpendapat
bahwa qarinah itu dapat digunakan sebagai alat bukti karena kedudukannya sama
dengan kedudukan saksi.
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Nabi
Muhammad SAW dan sahabat-sahabat yang datang sesudahnya telah mempertimbangkan qarinah-qarinah dalam keputusan hukum
yang dijatuhkannya. Qarinah-qarinah
itu dijadikannya sebagai bukti persangkaan sebagaimana mempertimbangkan qarinah-qarinah dalam perkara barang
temuan yang bertuan. Keterangan orang yang mengakui sebagai pemiliknya dengan
mengidentifikasikan ciri-ciri khusus barang yang disengketa itu, dijadikan
sebagai bukti dan indikasi-indikasi kebenaran gugatan bahwa barang-barang itu
kepunyaannya. [6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Qarinah adalah tanda-tanda yang merupakan
hasil kesimpulan hakim dalam menangani berbagai kasus melalui ijtihad.
Qarinah yang dapat dijadikan sebagai alat
bukti itu harus jelas dan meyakinkan, tidak akan dibantah lagi oleh manusia
normal atau berakal. Semua qarinah
menurut Undang-Undang di lingkungan peradilan sepanjang tidak jelas-jelas
bertentangan dengan hukum Islam. Qarinah-qarinah yang demikian merupakan qarinah wadlihah dan dapat dijadikan
dasar pemutus walaupun hanya atas satu qarinah
wadlihah tanpa didukung oleh qarinah
lainnya.
Qarinah terbagi 2 yaitu, qarinah qanunniyah dan qarinah qadlaiyyah atau qarinah urfiyah dan qarinah syar’iyyah.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad berpendapat bahwa kalau hanya qarinah
maka hakim tidak dapat memutuskan perkara. Sementara Ibnu Qayyim berpendapat
bahwa qarinah itu dapat digunakan sebagai alat bukti karena kedudukannya sama
dengan kedudukan saksi.
DAFTAR PUSTAKA
Asadullah Al Faruq,
Hukum Acara Peradilan Islam.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.
Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta:
P.T. Raja Grafindo Persada, 2007.
[1] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2009), hal. 85.
[2]
Ibid, hal. 85-86.
[3] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2009), hal. 86.
[4] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2009), hal. 87.
[5] Roihan A.
Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama,
Cet. I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 171.
[6] Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2009), hal. 88-89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar