PERILAKU KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF
EKONOMI ISLAM
A. Kebutuhan Fitrah Manusia sebagai Dasar Ekonomi Islami
Manusia adalah
makhluk multi dimensional, di dalam diri manusia terdapat aspek-aspek yang
menggerakkan manusia bertindak dan membutuhkan sesuatu. Beberapa aspek tersebut
biasanya memberikan dasar pijakan bagi pengembangan sesuatu.
Manusia itu
terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati.
Unsur – unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Guna
mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum dan perlindungan. Seperti
dalam al-Qur’an surat
al-A’raaf : 31
* ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.
Tetapi manusia
bukanlah semata-mata terdiri dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak
dapat dengan hokum-hukum fisik semata. Manusia juga adalah makhluk biologis,
karena itu juga tunduk pada hukum-hukum biologis. Guna melestarikan
keturunannya manusia mempunyai alat reproduksi dalam dirinya yang ditandai oleh
kecendrungan berupa seks dan berkembang biak. Sebagaimana tercantum dalam
al-Qur’an surat
Ali Imran : 14
z`Îiã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# ÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# ÆÏB É=yd©%!$# ÏpÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 Ï9ºs ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ
Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Manusia juga
memiliki akal yang membutuhkan sarana berupa ilmu pengetahuan dan kemampuan
untuk memikirkan berbagai rahasia dari ciptaan Allah yang ada di langit dan
dibumi. Sebagai makhluk rasional sifat akal selalu menuntut kepuasan. Dari
sudut pandang ini maka ilmu pengetahuan adalah merupakan tuntutan kebutuhannya.
Seperti yang tercantum dalam al-Qur’an surat
Ali Imran :189
¬!ur Ûù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« íÏs% ÇÊÑÒÈ
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit
dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.
Manusia juga
makhluk sosial yang didorong oleh watak aslinya untuk bergaul dengan manusia
lainnya. Keinginan alamiah untuk menjalin hubungan permanent antara pria dan
wanita, ketergantungan anak manusia akan perlindungan orang tuanya, keinginan
manusia untuk membela kepentingan keturunannya dan mempertahankan kasih sayang
antara saudara sedarah, kesemuanya itu merupakan kecenderungan alami yang
mengarahkan mereka dalam membangun kehidupan sosialnya.
Agar manusia
selalu terdorong untuk berusaha memenuhi kebutuhannya, Allah menghiasi pula
dengan nafsu dan keinginan, baik untuk memperoleh kesenangan biologis maupun
kesenangan lainnya seperti kecintaan kepada harta yang banyak, dari jenis emas
dan perak , binatang ternak dan sawah ladang.
Nafsulah yang
merupakan motivator bagi manusia untuk selalu berusaha memenuhi keinginannya
tersebut. Guna memenuhi keinginannya itu, sang nafsu lalu meminta bantuan akal
untuk mencari cara yang paling cepat dan mudah untuk mendapatkannya. Akal akan
menawarkan berbagai alternative, sesuai dengan kapasitasnya. Kualitas akal ini akan
tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan tawaran
alternative metode yang disarankan oleh akal tersebut bisa bersifat rasional
atau irrasional.
Manusia juga
merupakan makhluk moral spiritual, yang mampu membedakan antara kebaikan dan
kejahatan, memiliki dorongan bawaan untuk mencapai realitas di luar pengertian
akal. Fungsi dari moral spiritual ini diperankan oleh hati. Dalam hal ini, hati
berfungsi memberikan pertimbangan kepada nafsu, apakah jenis kebutuhan yang
diinginkannya itu halal atau haram, bermanfaat ataukah membahayakan dirinya,
jumlah kebutuhan yang diinginkannya itu wajar ataukah berlebihan dan cara
mendapatkannya itu layak ataukah tidak untuk diperturutkan dan dilaksanakan.
Kualitas dari
pertimbagan hati itu akan tergantung kepada system nilai yang dianutnya dan
intensitasnya mengingat Illahi yang diimaninya. Apabila hati beriman kepada
Allah dan selalu mengingat-Nya dengan intensitas yang tinggi, maka nilai
pertimbangannya pun semakin baik sesuai dengan norma-norma etika yang telah
ditetapkan oleh Allah.
Akumulasi
interaksi antara nafsu, akal dan hati inilah yang akan menentukan kualitas
nilai diri manusia tersebut. Diri yang simbang hanya akan memenuhi kebutuhan
yang sesuai dengan fitrahnya saja, yaitu kebutuhan yang dihalalkan oleh Allah
SWT.
Secara singkat
dapat dikatakan bahwa manusia yang terdiri dari keseluruhan sifat-sifat
tersebut ( fisik, biologis, intelektual, spiritual dan sosiologis) memiliki
kebutuhan masing-masing yang dipadukan bersama-sama. Keseimbangan pemenuhan
kebutuhan masing-masing unsur tersebut akan sangat bergantung kepada lemah
kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yang diperani oleh akal dan
hati. Akal dan hati yang berkualitas pasti akan membatasi konsumsinya sebatas
kebutuhan fitrahnya. Konsumsi yang melebihi kebutuhan fitrah adalah kebutuhan
palsu, yang justru akan merusak dirinya.
B.
Teori perilaku konsumsi konvensional
Perilaku
konsumen timbul akibat adanya kendala keterbatasan pendapatan di satu sisi dan
adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang dan jasa sebanyak-banyaknya agar
diperoleh kepuasan maksimal. Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam
dua macam pendekatan yaitu pendekatan nilai guna (utility) cardinal dan
pendekatan nilai guna ordinal.
a. Pendekatan nilai guna (utility) kardinal.
Pendekatan nilai
guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen
dapat dinyatakan secara kuantitatif, konsumen akan memaksimumkan kepuasan yang
dapat dicapainya. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai
gunanya atau utilitinya.
Nilai guna
dibedakan dengan dua pengertian yaitu nilai guna total dan nilai guna marginal.
Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh
dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal
berarti penambahan (atau pengurangan ) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan
(atau pengurangan) penggunaan satu unit barang.
Hipotesa utama
teori nilai guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna marginal yang
semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan diperoleh
seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit
apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang
tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negative yaitu apabila
konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi maka nilai guna total
akan menjadi semakin sedikit.
Asumsi dari
pendekatan ini adalah :
- Konsumen rasional. Konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.
- Diminishing Marginal Utility artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut.
- Pendapatan konsumen tetap.
- Constant Marginal Utility of Money artinya uang mempunyai nilai subjektif yang tetap.
Setiap orang
akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya. Apabila yang dikonsumsikannya hanya satu barang saja, tidak
sukar untuk menentukan pada tingkat mana nilai guna dari menikmati barang itu
akan mencapai tingkat yang maksimum. Tingkat itu dicapai pada waktu nilai guna
total mencapai tingkat maksimum. Tetapi kalau barang yang digunakan adalah
berbagai-bagai jenisnya, cara untuk menentukan corak konsumsi barang-barang yang
akan menciptakan nilai guna yang maksimum menjadi lebih rumit.
Dalam keadaaan
dimana harga-harga berbagai baranng adalah berbeda syarat yang harus dipenuhi
agar barang-barang yang dikonsumsikan akan memberikan nilai guna yang maksimum
adalah setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai
jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya.
Walaupun teori
ini telah berhasil menyusun formulasi fungsi permintaan secara baik tetapi
pendekatan ini masih dianggap mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan dan
kritik terhadap pendekatan ini adalah :
Ø
Sifat subjektif dari daya
guna dan tidak adanya alat ukur yang tepat dan sesuai, maksudnya asumsi dasar
bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan satuan rupiah atau util penerapannya
akan sulit dilakukan. Di samping itu nilai dari daya guna suatu barang sangat
bergantung pada penilainya, sehingga akan sulit untuk membuat generalisasi dari
analisis seseorang atau sekelompok orang.
Ø
Constant Marginal Utility
of money. Biasanya makin banyak seseorang memiliki uang maka penilaian terhadap
satuan uang itu makin rendah. Oleh sebab itu nilai uang yang tetap masih
diragukan .
Ø
Diminishing marginal
utility sangat sulit diterima sebagai aksioma sebab penilaiannya dari segi
psikologis yang sangat sukar.
b. Analisis kurva kepuasan sama.( pendekatan ordinal)
Pendekatan ini
diperkenalkan oleh J.Hicks dan R.J.Allen. Dalam pendekatan ini daya guna suatu
barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat
urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok
barang.
Pendekatan yang
diapakai dalam teori ordinal adalah Indefernce Curve yakni kurva yang
menunjukkan kombinasi 2 (dua) macam barang konsumsi yang memberikan tingkat
kepuasan yang sama. Asumsi dari pendekatan ini adalah :
- Konsumen rasional.
- Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna.
- Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu.
- Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum.
- Konsumen konsisten, artinya bila A lebih dipilih daripada B karena A lebih disukai daripada B, dan tidak berlaku sebaliknya B lebih dipilih daripada A;
- Berlaku hokum transitif, artinya bila A lebih disukai daripada B, dan B lebih disukai daripada C maka A lebih disukai daripada C.
Dasar pemikiran
dari pendekatan ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi semakin
memberikan kepuasan terhadap konsumen. Pilihan konsumen tersebut banyak sekali,
sehingga dapat dibangun indefernce curve yang tidak terhingga banyaknya. Titik
kepuasan konsumen yang paling tinggi adalah titik T (bliss point) yang
menggambarkan bahwa konsumen telah mengkonsumsi jumlah barang X dan Y tidak
terhingga.
Indefernce Curve
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
ü
Turun dari kiri atas ke
kanan bawah. Implikasinya apabila konsumen ingin menambah konsumsi barang X
harus mengurang barang Y apabila kepuasannya yang diperoleh tetap sama. Jadi,
antar barang harus terjadi trade off atau saling meniadakan.
ü
Cembung kearah titik
origin. Ini disebabkan kesediaan konsumen untuk melepaskan satu satuan barang X
untuk mendapatkan satu satuan barang Y dengan tingkat kepuasan yang sama.
ü
Tidak saling berpotongan.
ü
Kurva tersebut menunjukkan
kombinasi barang yang dikonsumsi lebih banyak sehingga memberikan kepuasan yang
lebih tinggi dan lebih disukai oleh konsumen rasional.
Walaupun metode
ini juga telah menghasilkan kurva permintaan yang cukup sederhana, ternyata
juga masih banyak mengandung kelemahan. Kritik terhadap pendekatan ordinal
antara lain sebagai berikut :
1. Adanya asumsi convexity dari
indeference curve masih diragukan.
2. Rasionality dari konsumen
dalam membuat ranking atau order dari kepuasan atau daya guna yang diperoleh
juga masih dipertanyakan.
3. Tidak menganalisis efek adanya
advertising, perilaku masa lampau, persediaan perilaku konsumsi yang irrasional
yang nantinya akan menambah efek yang ditimbulkan permasalahan yang irrasional
ini sangat penting bagi para pembuat keputusan, misalnya dalam penentuan harga
dan output dari produsen.
4. Merupakan pengembangan dari
teori perilaku konsumen cardinal dengan mengganti asumsi yang sangat lemah.
- Teori konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam.
- Konsep Islam tentang kebutuhan.
Kebutuhan adalah
senilai dengan keinginan. Di mana keinginan ditentukan oleh konsep kepuasan.
Dalam perspektif Islam kebutuhan ditentukan oleh konsep maslahah.
Teori ekonomi
konvensional menjabarkan kepuasan seperti memiliki barang dan jasa untuk
memuaskan keinginan manusia. Kepuasan ditentukan secara subyektif. Tiap-tiap
orang memiliki atau mencapai kepuasannya menurut ukuran atau kriterianya
sendiri. Suatu aktivitas ekonomi untuk menghasilkan sesuatu adalah didorong
karena adanya kegunaan dalam suatu barang. Jika sesuatu itu dapat memenuhi
kebutuhan maka manusia akan melakukan usaha untuk mengkonsumsi sesuatu itu.
Menurut Syatibi,
maslahah adalah pemilikan atau kekuatan barang dan jasa yang mengandung
elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini . Syatibi
membedakan maslahah menjadi tiga yaitu : kebutuhan (daruriyah), pelengkap (
hajiyah), perbaikan (tahsiniyah).
Daruriyah ,
yaitu sesuatu yang wajib adanya yang menjadi pokok kebutuhan hidup untuk
menegakkan kemaslahatan manusia. Hal-hal yang bersifat darury bagi manusia
dalam pengertian ini berpagkal pada memelihara lima hal yaitu : agama, jiwa , akal,
kehormatan, dan harta. Dalam hal ini Qardhawi menambahkan satu hal daarury
yaitu anak atau keturunan . Jadi memelihara satu dari lima hal itu merupakan kepentingan yang
bersifat primer bagi manusia.
Hajiyah, ialah
suatu yang diperlukan oleh manusia dengan maksud untuk membuat ringan, lapang
dan nyaman dalam menanggulangi kesulitan-kesulitan kehidupan. Faktor eksternal
dalam hal ini berpangkal pada tujuan menghilangkan kesulitan dan beban hidup
sehingga memudahkan mereka dalam merealisasikan tata cara pergaulan, perubahan
zaman dan menempuh kehidupan.
Tahsiniyah ialah
sesuatu yang diperlukan oleh norma atau tatanan hidup serta berperilaku menurut
jalan yang lurus. Hal yang bersifat tahsiniyah berpangkal dari tradisi yang
baik dan segala tujuan peri kehidupan manusia menurut jalan yang paling baik.
Jadi semua
barang dan jasa yang memiliki kekuatan untuk memenuhi lima elemen pokok telah dapat dikatakan
memiliki maslahah bagi umat manusia.
Beberapa
keunggulan konsep maslahah adalah sebagai berikut :
Ø
Maslahah adalah obyektif
karena bertolak dari pemenuhan need. Karena need ditentukan berdasarkan
pertimbangan rasional normative dan positif, maka akan terdapat suatu criteria
yang obyektif tentang apakah sesuatu benda ekonomi memiliki maslahah atau
tidak. Sementara dalam utilitas orang mendasarkan pada criteria yang bersifat
subyektif, karenanya dapat berbeda di antara orang yang satu dengan yang lain.
Ø
Maslahah individual akan
terisi dengan maslahah social dan tidak seperti kepuasan individual yang
seringkali akan menimbulkan konflik kepuasan social.
Ø
Konsep maslahah ditekankan
pada semua aktivitas ekonomi dalam suatu masyarakat. Tidak seperti pada teori
konvensional dimana kepuasan hanya berkaitan dengan masalah konsumsi dan
keuntungan bersinggungan dengan masalah produksi.
Ø
Dalam hal ini tidak mungkin
membandingkan kepuasan yang diperoleh orang A pada saat mengkonsumsi suatu
makanan yang baik dengan kepuasan yang didapat oleh orang B yang mengkonsumsi
barang yang sama dalam waktu yang sama.
- Preferensi Konsumsi yang Islami.
Dalam ekonomi
konvensional , pada dasarnya satu jenis benda ekonomi merupakan substitusi
sempurna bagi benda ekonomi lainnya sepanjang memberikan utilitas yang sama
sepanjang utilitasnya maksimum. Tidak ada benda ekonomi yang lebih berharga
daripada benda ekonomi lainnya, yang membedakan adalah tingkat kepuasan
diperoleh akibat mengkonsumsi benda tersebut. Karenanya, benda yang memberikan
utilitas lebih tinggi akan menjadi lebih berharga dibandingkan yang memberikan
utilitas yang rendah.
Dalam perspektif
Islam, antara benda ekonomi yang satu dengan lainnya bukan merupakan substitusi
yang sempurna. Terdapat benda ekonomi yang lebih berharga dan bernilai sehingga
akan diutamakan dibandingkan pilihan konsumsi lainnya. Sebaliknya terdapat
benda ekonomi yang kurang/ tidak bernilai, bahkan terlarang, sehingga akan
dijauhi. Selain itu juga terdapat prioritas-prioritas dalam pemenuhannya
berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan yang
Islami. Dengan demikian, preferensi konsumsi dan pemenuhannya akan memiliki
pola sebagai berikut :
- Mengutamakan akhirat daripada dunia.
Pada tataran
paling dasar, seorang muslim akan dihadapkan pada pilihan di antara mengkonsumsi
benda ekonomi yang bersifat duniawi belaka (Cw) dan yang bersifat ibadah (Ci).
Konsumsi untuk ibadah bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi untuk
duniawi sehingga keduanya bukan merupakan substitusi sempurna. Konsumsi untuk
ibadah bernilai lebih tinggi karena orientasinya kepada falah yang akan
mendapatkan pahala dari Allah, sehingga lebih berorientasi kepada kehidupan
akhirat kelak.
Konsumsi untuk
ibadah pada hakekatnya adalah konsumsi untuk masa depan, sementara konsumsi
duniawi adalah konsumsi untuk masa sekarang. Semakin besar konsumsi untuk
ibadah maka semakin tinggi pula falah yang dicapai , demikianpula sebaliknya.
Semakin besar konsumsi duniawi maka semakin rendah falah yang dicapainya.
Hubungan antara falah dengan kedua jenis konsumsi ini dapat dilihat dalam
gambar berikut ini :
ü
Terdapat hubungan positif
antara pencapaian tujuan falah dengan kebutuhan konsumsi ibadah. Semakin tinggi
tujuan falah yang ingin dicapai semakin dituntut untuk memperbesar konsumsi
kebutuhan ibadah.
ü
Terdapat hubungan negative
antara pencapaian tujuan falah dengan kebutuhan konsumsi duniawi. Semakin
tinggi tujuan falah yang ingin dicapai, semakin dituntut untuk mengurangi
konsumsi kebutuhan duniawi.
Seorang muslim
yang rasional, yaitu orang yang beriman,semestinya akan mengalokasikan anggaran
lebih banyak dalam konsumsi untuk ibadah dibandingkan dengan konsumsi duniawi
karena tujuan maksimasi falah. Dengan pencapaian tujuan falah yang tinggi maka
akan memperoleh utilitas yang lebih bernilai dibandingkan dengan utilitas
dunia. Semakain tidak rasional, maka seseorang akan semakin kufur karena
alokasi anggarannya sebagian besar hanya untuk kepentingan dunia saja daripada
akhirat.
Allah
membolehkan hambaaNya menikmati kekayaan dunia sebagai wujud syukur kepadaNya
dan sekaligus sebagai sarana untuk ibadah. Apabila anggaran seseorang sangat
kecil sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum sehingga
terpaksa tidak terdapat alokasi konsumsi untuk ibadah. Di bawah ini terlihat
hubungan antara keimanan dengan pola budget line :
ü
Semakin rasional (beriman)
seorang muslim maka budget linenya akan semakin condong vertikan (inelastis)
ü
Semakin tidak rasional
(kufur) seorang muslim maka budget linenya akan semakin condong harisontal
(elastis).
- Konsisten dalam Prioritas Pemenuhannya.
Seorang muslim
harus mengalokasikan anggarannya secara urut sesuai dengann tingkatan
prioritasnya secara konsisten. Kebutuhan pada tingkat daruriyah harus dipenuhi
terlebih dahulu, baru kemudian hajiyah dan terakhir tahsiniyah. Konsumsi
setelah prioritas-prioritas ini dapat diperkenankan sepanjang tidak dilarang
oleh syariah Islam. Prioritas ini semestinya diterapkan pada semua jenis
kebutuhannya, yaitu kehidupan, harta, kebenaran, ilmu pengetahuan dan
kelangsungan keturunan.
- Memperhatikan etika dan norma.
Syariah Islam
memiliki seperangkat etika dan norma yang harus dipegang manakala seseorang
berkonsumsi. Beberapa etika menurut M.A. Manan adalah :
v
Prinsip Keadilan
Berkonsumsi
tidak boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hokum
agama, serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki
berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak
boleh dikonsumsi.
v
Prinsip Kebersihan
Bersih dalam
arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang dapat merusak fisik
dan mental manusia, sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu
yang diberkahi Allah. Tentu saj benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan
kemubaziran atau bahkan merusak.
v
Prinsip Kesederhanaan
Sikap
berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari
berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna
melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau
sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam
menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan
manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara
individual maupun sosial.
v
Prinsip Kemurahan hati.
Dengan mentaati
ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda
ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahanNya. Selama konsumsi
ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan
dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah
memberikan anugrahNya bagi manusia.
v
Prinsip Moralitas.
Pada akhirnya
konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang
dikandung dalam Islam sehingga tidak semata – mata memenuhi segala kebutuhan.
Menurut Yusuf
Qardhawi, ada beberaa norma dasar yang menjadi landasan dalam berprilaku
konsumsi seorang muslim antara lain :
ü
Membelanjakan harta dalam
kebaikan dan menjauhi sifat kikir.
ü
Harta diberikan Allah SWT
kepada manusia bukan untuk disimpan , ditimbun atau sekedar dihitung-hitung
tetapi digunakan bagi kemaslahatan manusia sendiri serta sarana beribadah
kepada Allah. Konsekuensinya, penimbunan harta dilarang keras oleh Islam dan
memanfaatkannya adalah diwajibkan.
ü
Tidak melakukan
kemubadziran.
ü
Seorang muslim senantiasa
membelanjakan hartanya untuk kebutuhan-kebutuhan yang bermanfaat dan tidak
berlebihan (boros/israf). Sebagaimana seorang muslim tidak boleh memperoleh
harta haram, ia juga tidak akan membelanjakannya untuk hal yang haram. Beberapa
sikap yang harus diperhatikan adalah :
ü
Menjauhi berutang.
ü
Setiap muslim diperintahkan
untuk menyeimbangkan pendapatan dengan pengeluarannya. Jadi sberutang sangat
tidak dianjurkan, kecuali untuk keadaan yang sangat terpaksa.
- Menjaga asset yang mapan dan pokok.
Tidak sepatutnya
seorang muslim memperbanyak belanjanya dengan cara menjual asset-aset yang
mapan dan pokok, misalnya tempat tinggal. Nabi mengingatkan, jika terpaksa
menjual asset maka hasilnya hendaknya digunakan untuk membeli asset lain agar
berkahnya tetap terjaga.
- Tidak hidup mewah dan boros.
Kemewahan dan
pemborosan yaitu menenggelamkan diri dalam kenikmatan dan bermegah-megahan sangat
ditentang oleh ajaran Islam. Sikap ini selain akan merusak pribadi-pribadi
manusia juga akan merusak tatanan masyarakat. Kemewahan dan pemborosan akan
menenggelamkan manusia dalam kesibukan memenuhi nafsu birahi dan kepuasan perut
sehingga seringkali melupakan norma dan etika agama karenanya menjauhkan diri
dari Allah. Kemegahan akan merusak masyarakat karena biasanya terdapat golongan
minoritas kaya yang menindas mayoritas miskin.
- Kesederhanaan.
Membelanjakan
harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya adalah sikap terpuji bahkan
penghematan merupakan salah satu langkah yang sangat dianjurkan pada saat
krisis ekonomi terjadi. Dalam situasi ini sikap sederhana yang dilakukan untuk
menjaga kemaslahatan masyarakat luas.
PENUTUP
Dengan melihat
tujuan utama berkonsumsi sertametode alokasi preferensi konsumsi dan anggaran
maka dapat disimpulkan bahwa penggerak awal kegiatan konsumsi dalam ekonomi
konvensional adalah adanya keinginan (want) . Seseorang berkonsumsi karena
ingin memenuhi keinginannya sehingga dapat mencapai kepuasan yang maksimal.
Islam menolak perilaku
manusia untuk selalu memenhi segala keinginannya, karena pada dasarnya manusia
memiliki kecendrungan terhadap keinginan yang baik dan keinginan yang buruk
sekaligus. Keinginan manusia didorong oleh suatu kekuatan dari dalam diri
manusia yang bersifat pribadi dan karenanya seringkali berbeda dari satu orang
dengan orang lain. Keinginan seringkali tidak selalu sejalan dengan
rasionalitas, karenanya berifat tidak terbatas dalam kuantitas dan kualitasnya.
Kekuatan dari dalam diri disebut jiwa atau hawa nafsu yang memang menjadi
penggerak utama seluruh perilaku manusia. Dalam ajaran Islam manusia harus
mengendalikan dan mengarahkan keinginannya sehingga dapat membawa kemanfaatan
dan bukan kerugian bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Keinginan yang
sudah dikendalikan dan diarahkan sehingga membawa kemanfaatan ini dapat disebut
dengan kebutuhan. Kebutuhan lahir dari suatu pemikiran secara obyektif atas
berbagai sarana yang diperlukan untuk mendapatkan suatu manfaat bagi kehidupan.
Kebutuhan dituntun oleh rasionalitas normative dan positif yaitu rasionalitas
ajaran Islam sehingga bersifat terbatas dan terukur dalam kuantitas dan
kualitasnya.Hal ini meruapakan dasar dan tujuan dari syariah Islam yaitu
maslahat al ibad ( kesejahteraan hakiki bagi manusia) dan sekaligus sebagai
cara untuk mendapatkan falah yang maksimum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar