Selasa, 09 April 2013

TEORISASI DALAM PENELITIAN KUALITATIF



TEORISASI DALAM PENELITIAN KUALITATIF

A.    PENDAHULUAN
Sebagaimana stereotip teoritis dalam penelitian kuantitatif, terkadang ketika suatu masalah kualitatif harus dipecahkan, peneliti cenderung dipengaruhi oleh stereotip teoritis kuantitatif dengan menggunakan teori untuk  menjawabnya. Pada prinsipnya penelitian kualitatif menggunakan pendekatan induktif, dengan demikian teori sesungguhnya adalah alat yang akan diuji kemudian dengan data dan instrumen penelitinya.
Stereotip ini dipengaruhi oleh salah satu tipe penelitian kualitatif, yaitu deskriptif  kualitatif di mana sesungguhnya tipe penelitian kualitatif ini belum benar-benar kualitatif, hal ini dikarenakan meski mengandalkan analisis-analisis kualitatif yang akurat dan handal, namun pengaruh berpikir kuatitatif masih kuat dan mengakar dalam melakukan penelitian kualitatif ini.
Didalam sejarah penelitian kualitatif, pendekatan kualitatif deskriptif sendiri tidak sepenuhnya mengakar pada penelitian kualitatif namun hanya kebiasaan dan pengaruh antara pandangan kuantitatif dan kualitatif sajalah yang  akhirnya melahirkan tipe penelitian kualitatif deskriptif tersebut sehingga penelitian kualitatif deskriptif lebih tepat disebut sebagai quasi kualitatif.
Agar penelitian kualitatif deskriptif dapat diterima sebagai salah satu tipe penelitian kualitatif, maka para peneliti kualitatif lebih memilih mendekati makna dan ketajaman analisis dan logis dan juga dengan cara menjauhi statistik. Di dalam melakukan penelitian kualitatif para peneliti menggunakan beberapa model penelitian yaitu ; Penelitian model deduksi dan model induksi.

B.     TEORISASI DALAM PENELITIAN KUALITATIF
1.      Teorisasi Deduktif
Teorisasi dengan model deduktif tak asing lagi dalam penelitian sosial, di mana teorisasi dilakukan secara deduktif. Model umum teorisasi deduktif seperti yang umumnya dilakukan di berbagai penelitian kuantitatif dan masih mempengaruhi format kualitatif deskriptif, karena merupakan teorisasi yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif.
Pandangan deduktif menuntut peneliti terlebih dahulu menggunakan teori sebagai alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis sehingga peneliti secara tidak langsungakan menggunakan teori dalam melihat masalah penelitian. Di dalam penlitian kualitatif hipotesis tidak pernah diuji dengan teknik analisis data, akan tetapi dapat digunakan saat pengumpulan data di lapangan. Teorisasi deduktif pada umumnya diakhiri dengan pembahasan tentang teori tersebut diterima, meragukan, dan membantah / menolak.
2.      Teorisasi Induktif
Terdapat dua pendapat yang berbeda pada model induksi, yakni; Pertama, mengatakan bahwa peneliti harus memfokus perhatiannya pada data di lapangan sehigga segala sesuatu tentang teori yang berhubungan dengan penelitian menjadi tak penting. Kedua, bahwa pemahaman terhadap teori bukan sesuatu yang haram, namun data tetap menjadi fokus peneliti di lapangan.[1]
Perbedaan utama antara metode deduktif dengan metode induksi ialah cara pandang terhadap teori, di mana teorisasi deduktif menggunakan teori sebagai pijakan awal dalam melakukan teorisasi, sedangkan teorisasi induktif menggunakan data sebagai pijakan awal melakukan penelitian, bahkan dalam format induktif teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan.
Pada model induktif, penelitian sering kali dimulai dari titik nol yaitu pada titik di mana suatu fenomena itu belum terungkapkan dalm berbagai teori dan fenomena sosial yang terbaca. Model ini disamping memiliki ketiga kemampuan pada model deduktif, yaitu;
ü  menerima
ü  meragukan/mengkritik, dan
ü  membantah, serta memiliki kemampuan
ü  membangun sebuah teori baru yang sebelumnya belum pernah ada.[2]

C.    SISTIMATIKA TEORI
Banyaknya fenomena sosial, maka ilmu sosial juga berkembangbegitu kompleks dan begitu rumit akan tetapi apabila disusun strukturnya, maka dalam ilmu sosial selin paradigma dikenal pula struktur ilmu sosial, seperti rumpun teori yang dapat dikelompokkan ke dalam grand theory, middle theory, dan application theory.
Kunci kendali memilih teori dalam penelitian adalah selain memahami konteks formal dan material sebuah teori, juga dituntut memahami teori itu baik pada konteks sejarah maupun konteks sosial di mana teori itu dilahirkan. Sehingga apabila teori itu digunakan, peneliti akan memahami struktur masing-masing teori itu bahkan mampu menyusun sebuah skema perkembangan teori dari masa lalu sampai pada konteks di mana seseorang melakukan penelitian.
Ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoba membahas masalah penelitian tersebut dengan teori yang dipilihnya sebagaimana struktur teori yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian. Pada akhirnya metode bekerja untuk menghasilkan teori yang paling lemah yaitu proposisi, proposisi apabila dikembangkan dan dikaji berulang-ulang akan menjadi konsep, konsep yang telah diuji dan diterima akan menjadi variabel dan seterusnya akan menjadi ilmu bahkan disiplin ilmu dan seterusnya akan menjadi paradigma yang pada tahap berikutnya mempengaruhi teori dan metode kembali.

D.    RAGAM TEORI DAN TEORISASI DALAM PENELITTIAN
Secara umum teori-teori sosial bergerak sekitar empat tingkatan realitas baik yang bersifat makro maupun mikro, yaitu realitas tingkat makro objektif, makro subjektif, mikro objektif, dan mikro subjektif, perbedaan tingkat realitas hanya merupakan kebutuhan analisis. Jika konsentrasinya berporos pasa pola-pola umum kehidupan sosial, maka termasuk realitas tingkat makro. Tapi jika perhatian ditujukan pada tindakan individual, maka ia termasuk bersifat mikro.
Menurut Parsons, seorang individu tak mungkin lepas dari ikatan struktur sosial di mana ia berada, namun seorang individu memiliki kemampuan untuk memilih berbagai alternatif tindakan secara aktif, kreatif, dan evaluatif yang memungkinkan tercapainya tujuan khas yang diinginkan.
Parsons dengan sadar memakai konsep ”action” , dan bukan ”behavior” dalam menyebut teorinya. Sebab menurut parsons, konotasi behavior mengandaikan adanya kesesuaian secara mekanik antara Stimulus dengan Respons, sedangkan action menunjuk pada suatu aktivitas yang dilakukan secara kreatif lewat proses penghayatan diri individu yang penuh makna.
Dalam konteks sistem sosial, seseorang selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan tindakan menurut pola tertentu, pola itu oleh Parsons disebut pattern variables.ada lima hal yang diajukan Parsons sebagai pattern variables itu:
ü  Affective vs. Affective Neutrality.
ü  Self-orientation vs. Collective Orientation.
ü  Universalism vs. Particularism.
ü  Quality vs.Performance.
ü  Specificity vs. Diffusness.[3]
Analog dengan skema dasar teori aksi tersebut dapat dikatakan bahwa tindakan seseorang terkait dengan beberapa variabel, yaitu: Variabel nilai dan norma, Variabel tujuan, Variabel sumber daya.
Menurut Weber, hidup manusia dan segala tindak-tanduknya sesungguhnya ditandai suatu upaya pencarian makna, baik disadari maupun tidak. Ia mengusulkan lima hal pokok yang mesti dikaji dalam melakukan studi tentang tindakan sosial, yakni:
ü  Tiap tindakan manusia yang menurut pelaku mempunyai makna yang subjektif dan bermanfaat.
ü  Tindakan nyata bersifat membatin dengan maksud tertentu dari pelaku.
ü  Tindakan yang berkaitan dengan pengaruh positif dengan situasi dan kondisi tertentu.
ü  Tindakan tersebut diarahkan kepada orang lain dan bukan pada barang mati.
ü  Tindakan itu dilakukan dengan memerhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain tersebut.[4]

E.     ALIRAN TEORI YANG MENDASARI TEORISASI DALAM PENELITIAN.
Ada empat aliran teori dalam ilmu sosial yang lazim diasosiasikan dengan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu:
1)      Teori-teori tentang budaya, dapat disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu: Pertama, aliran teori yang memandang budaya sebagai suatu sistem atau organisasi makna. Kedua, aliran teori yang memandang budaya sebagai sistem adaptasi suatu kelompok masyarakat terhadap lingkungannya.
2)       Teori fenomenologi, pada dasarnya berpandangan bahwa apa yang tampak di permukaan, termasuk pola prilaku manusia sehari-hari hanyalah suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi di ”kepala” sang pelaku.
3)      Teori etnomenologi, pada dasarnya relaif serupa dengan aliran fenomenologi karena kehadirannya diilhami oleh fenomenologi.
4)      Teori interaksionisme, teori ini memiliki tiga premis utama, yakni: Pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu. Kedua, makna tentang sesuatu itu diperoleh, dibentuk, termasuk direvisi melalui proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, pemaknaan terhadap sesuatu dalam bertindak atau berinteraksi tidaklah berlangsung mekanisme, melainkan melibatkan proses interpretasi.
KESIMPULAN
Teorisasi dalma penelitian kualitatif ada dua yaitu teori penelitian deduktif dan teori penelitian induktif. Teorisasi deduktif pada umumnya diakhiri dengan pembahasan tentang teori tersebut diterima, meragukan, dan membantah / menolak, sedangkan penelitian induktif, selain  memiliki ketiga kemampuan pada model deduktif, yaitu; menerima, meragukan/mengkritik, dan membantah, serta metode induktif ini juga memiliki kemampuan berupa membangun sebuah teori baru yang sebelumnya belum pernah ada.
.Ada lima hal yang diajukan Parsons sebagai pattern variables itu:
ü  Affective vs. Affective Neutrality.
ü  Self-orientation vs. Collective Orientation.
ü  Universalism vs. Particularism.
ü  Quality vs.Performance.
ü  Specificity vs. Diffusness.
Didalam pendekatan penelitian kualitatif terdapat empat aliran teori yaitu:
ü  Teori-teori tentang budaya
ü  Teori fenomenologi
ü  Teori etnomenologi
ü  Teori interaksionisme
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet III, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009



[1] M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 24-25.
[2] Ibid, hal. 28
[3] M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 38
[4] Ibid, hal. 37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar