BAB I
PENDAHULUAN
Memahami Ilmu Perundang-undangan sangatlah penting,
seperti salah satunya memahami tentang asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan, karena di dalamnya terdapat acuan bagaimana cara melahirkan
sebuah produk hukum dalam hal ini undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan
publik pada saat itu. Jika kita tidak berpedoman kepada asas-asas tersebut maka
kemungkinan besar kita akan mendapatkan banyak kekeliruan dalam penetapan dalam
sebuah hukum, seperti halnya salah satu asasnya adalah peraturan yang bersifat
khusus menyampingkan peraturan yang bersifat umum.
Banyak pakar yang telah melahirkan asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan, yang pada hakikatnya tujuannya yang
sama. intinya mereka semua ingin melahirkan produk hukum yang efisien dan efektif.
Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang baik
akan banyak manunjang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sehingga lebih memungkinkan tercapainya tujuan
negara yang diinginkan. Untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan yang baik
sangat diperlukan adanya persiapan yang matang dan mendalam, mengenai materi
muatan yang akan diatur di dalam undang-undang, tentang bagaimana menuangkan
materi muatan di dalam suatu peraturan perundang-undangan secara singkat dan
jelas, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, disusun secara sistematis, tanpa
meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia dalam
penyusunan kalimatnya.
BABII
PEMBAHASAN
A. Asas-Asas Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan
Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan
berpikir, berpendapat dan bertindak. Asas-asas pembentuk
peraturan perundang-undangan berarti dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan
dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Padanan kata asas adalah prinisip
yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan
bertindak.
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak
para ahli yang mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada
dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama. Berikut ini adalah
beberapa pendapat ahli mengenai azas-azas pembentukan peraturan
perundang-undangan;
1.
Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non
retroaktif);
2.
Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa
yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
3.
Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus
menyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis
derogat lex generalis);
4.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan
membatal-kan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex
posteriori derogate lex periori);
5.
Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu
gugat;
6.
Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk
semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi
masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas
welvaarstaat).
Hampir sama dengan pendapat ahli sebelumnya Amiroedin Sjarief,
mengajukan lima asas, sebagai berikut:
1.
Asas tingkatan hirarkhi;
2.
Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu
gugat;
3.
Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus
menyam-pingkan UU yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis);
4.
Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut;
5.
UU yang baru menyampingkan UU yang lama (lex
posteriori derogat lex periori).
Pendapat yang lebih terperinci di kemukakan oleh I.C
van der Vlies di mana asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dapat
dibagi menjadi dua, yaitu asas formal dan asas materil.
a.
Asas tujuan yang jelas (beginsel van duetlijke
doelstelling);
b.
Asas organ / lembaga yang tepat (beginsel van het
juiste organ);
c.
Asas perlu pengaturan (het noodzakelijkheids
beginsel);
d.
Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van
uitvoorbaarheid);
e.
Asas konsensus (het beginsel van consensus).
Sedangkan yang termasuk dalam asas materil adalah
sebagai berkut:
a.
Asas terminologi dan sistimatika yang benar;
b.
Asas dapat dikenali;
c.
Asas perlakuan yang sama dalam hukum;
d.
Asas kepastian hukum;
e.
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual;
Pendapat A. Hamid S. Attamimi sebagaimana dikutip oleh
Maria Farida, yang mengatakan bahwa pembentukan
peraturan perundang–undangan Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan
bimbingan yang diberikan oleh cita negara hukum yang tidak lain adalah
Pancasila, yang oleh Attamimi diistilahkan sebagai bintang pemandu, prinsip
negara hukum dan konstitusionalisme, di mana sebuah negara menganut paham
konstitusi.
Lebih lanjut mengenai A. Hamid. S. Attamimi,
mengatakan jika dihubungkan pembagian atas asas formal dan materil, maka
pembagiannya sebagai berikut :
a.
Asas–asas formal:
ü Asas tujuan yang
jelas.
ü Asas perlunya
pengaturan.
ü Asas organ /
lembaga yang tepat.
ü Asas materi
muatan yang tepat.
ü Asas dapat
dilaksanakan.
ü Asas dapat
dikenali.
b.
Asas–asas materiil:
ü Asas sesuai
dengan cita hukum Indonesia dan norma fundamental negara.
ü Asas sesuai
dengan hukum dasar negara.
ü Asas sesuai
dengan prinsip negara berdasarkan hukum.
ü Asas sesuai
dengan prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi.
Dalam Islam, prinsip-prinsip perumusan peraturan
perundang-undangan (qanun) juga telah lama diperkenalkan oleh ahli Islam
seperti Al Ghazali, Ibnu al Qayyim al Jauziyah, dan tokoh-tokoh kontemporer
lainnya. Beberapa prinsip itu antara lain:
a.
Pluralisme (al ta’addudiyyah);
b.
Nasionalitas (muwathanah);
c.
Penegakan hak asasi manusia (iqamat al huquq al
Insaniyah);
Terdapat enam hak yang dikenal dalam disiplin Syariat
Islam, yaitu:
ü Hak untuk hidup (hifdz
al nafs aw al hayat)
ü Hak kebebasan
beragama (hifdz a din)
ü Hak kebebasan
berfikir (hifdz al aqli)
ü Hak properti
(hifdz al maal)
ü Hak untuk
mempertahankan nama baik (hifdz al irdh)
ü Hak untuk
memiliki garis keturunan (hifdz al nasl)
d.
Demokratis: secara prinsipil nilai-nilai Islam
berkesesuaian (compatibel) dengan nilai-nilai demokrasi. Beberapa di
antaranya:
ü Egalitarianisme (al
musawah)
ü Kemerdekaan (al
hurriyyah)
ü Persaudaraan (al
ukhuwwah)
ü Keadilan (al
adalah)
ü Musyawarah (al
syuro)
ü Kemaslahatan (al
mashlahah)
e.
Kesetaraan dan keadilan gender: setiap kebijakan
disusun tidak boleh membedakan setiap jenis kelamin. Ia harus mengakomodasi dan
mensetarakan gender.
B. Asas-Asas Hukum Umum
ü Peraturan
perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif);
ü Asas kepatuhan
pada hirarkhi (lex superior derogat lex inferior);
ü Peraturan
perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis);
ü Peraturan
perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate lex
periori);
C. Asas Material/ Prinsip-Prinsip Substantif
Secara umum, prinsip-prinsip yang dapat dijadikan
acuan dalam menilai substansi/ materi muatan peraturan perundang-undangan ada 3
yaitu:
ü nilai-nilai hak
asasi manusia (HAM) dan keadilan gender yang sudah tercantum di dalam
konstitusi;
ü jaminan integritas
hukum nasional; dan
ü peran negara
versus masyarakat dalam negara demokrasi.
Ketiga prinsip dasar di atas, jika diturunkan secara
lebih rinci adalah sebagai berikut:
ü Pengayoman;
ü Kemanusiaan;
ü Kebangsaan;
ü Bhinneka Tunggal
Ika;
ü Keadilan; memuat misi keadilan.
ü Kesamaan
kedudukan di muka hukum dan pemerintahan;
ü Ketertiban dan
kepastian hukum;
ü Keseimbangan,
keseresaian, dan keselarasan;
ü Keadilan dan
kesetaraan gender;
ü Antidiskriminasi;
ü Kejelasan
tujuan;
ü Ketepatan
kelembagaan pembentuk Perda;
ü Kesesuaian
antara jenis dan materi muatan;
ü Dapat
dilaksanakan;
ü Kedayagunaan dan
kehasilgunaan;
ü Kejelasan
rumusan;
ü Rumusan yang
komprehensif;
ü Universal dan
visioner;
ü Fair trial
(peradilan yang fair dan adil);
ü Membuka
kemungkinan koreksi dan evaluasi;
D. Prinsip-Prinsip Teknik Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik harus memenuhi asas atau prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Aksessibilitas dan keterbukaan; proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang
meliputi perencanaan, persiapan, pembentukan, dan pembahasan harus bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap orang.
b.
Akuntabilitas; proses peraturan perundang-undangan harus dapat
dipertanggung jawabkan secara terbuka yang meliputi: akurasi perencanaan kerja,
kinerja lembaga legislatif dan eksekutif, serta pembiayaan.
c.
Partisipasi publik; proses pembentukan peraturan perundang-undangan
membutuhkan kemampuan menangkap aspirasi dan kekhawatiran publik; kecermatan
memahami masalah secara akurat; serta kapasitasnya menemukan titik-titik
konsensus antara berbagai pengemban kepentingan tentang suatu isu atau
permasalahan, termasuk penyediaan mekanisme partisipasi dan pengelolaan
aspirasi.
d.
Ketersediaan kajian akademik; proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus
didahului dengan kajian mendalam atas masalah yang dihadapi atau hal-hal yang
hendak diatur, yang biasanya dituangkan dalam bentuk draft akademik.
e.
Kekeluargaan; proses pengambilan kesepakatan diupayakan dengan
jalan musyawarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar